Sunan Drajat

Bagi Anda yang beragama Islam, mungkin sudah tidak asing lagi dengan nama Sunan Drajat, bukan?

Sebagai salah satu anggota Wali Sanga, beliau memiliki peranan yang besar dalam penyebaran ajaran agama Islam.

Untuk mengetahui tentang sejarah, kisah, dan metode yang digunakan dalam menyebarkan agama Islam, Anda bisa menyimak penjelasannya dari Cryptowi berikut ini.

Sejarah Sunan Drajat

Sejarah-Sunan-Drajat

Sunan Drajat merupakan salah satu anggota Wali Sanga yang menyebarkan ajaran Islam di daerah Jawa Timur, tepatnya di Lamongan.

Beliau merupakan putra dari Sunan Ampel yang dikenal memiliki kecerdasan dan jiwa sosial yang tinggi.

Beliau sangat peduli dengan nasib kaum fakir miskin. Dalam mengajarkan ajaran Islam, beliau lebih menekankan pada empati, kedermawanan, dan gotong-royong.

Dalam menyiarkan ajaran dan nilai-nilai Islami, beliau banyak menggunakan ajaran luhur dan tradisi lokal yang dibuktikan dengan adanya artefak di kompleks makam Sunan Drajat yang bertuliskan ajaran catur piwulang.

Ajaran catur piwulang tersebut berisi tentang cara hidup manusia sebagai makhluk sosial, yaitu dengan saling menghargai dan tolong-menolong terhadap sesama.

Beliau juga memiliki keahlian di bidang seni yang dibuktikan dengan adanya seperangkat gamelan yang diberi nama “Singo Mengkok”.

Biografi Sunan Drajat

Biografi-Sunan-Drajat

Sunan Drajat diperkirakan lahir sekitar tahun 1470 Masehi dan memiliki nama asli yaitu Raden Qosim atau Raden Syarifuddin.

Beliau merupakan putra dari pasangan Sunan Ampel dan Nyai Ageng Manila. Julukan nama ini diperoleh karena jasanya dalam menyebarkan ajaran agama Islam di Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.

Beliau merupakan cucu dari seorang tokoh yang mempelopori perkembangan Islam di Pulau Jawa, yaitu Syekh Maulana Malik Ibrahim yang jika ditarik garis silsilah maka masih termasuk keturunan kesepuluh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.

Makam Sunan Drajat

Makam-Sunan-Drajat

Sunan Drajat diperkirakan meninggal dunia sekitar tahun 1530 Masehi dan dimakamkan di Desa Drajat. Hingga kini, makam beliau masih banyak dikunjungi oleh para peziarah.

Di dalam kompleks pemakaman Sunan Drajat juga terdapat pintu Gapura paduraksa dengan hiasan cungkup, pagar kayu dengan motif sulur dan teratai, serta larangan untuk mengambil gambar.

Kompleks pemakaman beliau terbagi menjadi tujuh halaman dan saat ini diakui sebagai salah satu cagar budaya di daerah tersebut.

Untuk mendukung pelestarian warisan sejarah perkembangan Islam, pemerintah juga melakukan pemeliharaan dan pemugaran kompleks makam.

Metode Dakwah Sunan Drajat

Metode-Dakwah-Sunan-Drajat

Dalam berdakwah untuk menyiarkan ajaran agama Islam, beliau menerapkan cara dan strategi tertentu agar setiap orang yang mendengar dakwahnya bisa memahami dengan benar dan tertarik belajar Islam.

Berikut ini beberapa metode yang diterapkan beliau dalam menyiarkan ajaran Islam.

1. Tidak Segan untuk Terjun Langsung ke Masyarakat

Metode dakwah yang diterapkan oleh beliau yaitu dengan terjun langsung ke masyarakat. Dengan begitu, segala permasalahan yang terjadi di masyarakat dapat diatasi dan diselesaikan dengan tepat dan efektif.

2. Menggunakan Metode Kesenian

Salah satu metode yang digandrungi oleh masyarakat setempat yaitu dengan metode kesenian.

Beliau menciptakan tembang Pangkur sebagai metode untuk berdakwah, sehingga masyarakat setempat menjadi lebih tertarik untuk mendengar dan belajar Islam.

3. Menggunakan Filosofi Sendiri

Sunan Drajat dikenal sebagai seseorang yang sangat cerdas.

Oleh karena itu, dalam berdakwah, beliau sering menggunakan filosofi sendiri yang dikenal dengan sebutan ketujuh sap tangga.

Berikut ini bunyi dari filosofi ketujuh sap tangga (ketujuh tingkatan tangga).

»   Memangun resep tyasing sasoma = selalu membuat hati orang lain menjadi senang dan gembira.

»   Jroning suka kudu eling lan waspada = meskipun sedang dalam keadaan senang dan bahagia, kita harus tetap ingat dan waspada.

»   Laksmitaning subrata tan nyipta marang pringgabayaning lampah = dalam perjalanan meraih cita-cita luhur, maka jangan takut dengan segala bentuk rintangan atau halangan yang akan dihadapi.

»   Meper hardaning pancadriya = selalu berusaha menekan hawa nafsu.

»   Heneng – hening – henung = di dalam keadaan diam akan diperoleh keheningan (ketenangan) dan di dalam keheningan tersebut kita bisa meraih dan mencapai cita-cita yang luhur.

»   Mulya guna panca waktu = suatu kebahagiaan lahir batin akan diperoleh jika kita mengerjakan dan menunaikan sholat lima waktu.

»   Catur piwulang = berilah tongkat pada orang yang buta (tidak dapat melihat), berilah makanan kepada orang yang kelaparan, berilah payung (peneduh) untuk orang yang kehujanan, dan berilah pakaian kepada orang yang tidak berpakaian.

Peninggalan Sunan Drajat

Peninggalan-Sunan-Drajat

1. Makam Sunan Drajat

Kompleks pemakaman ini terletak di perbukitan Paciran yang mendapat sebutan yaitu Ndalem Dhuwur. Tidak hanya terdapat makam Sunan Drajat saja, namun terdapat makam beberapa wali lainnya.

2. Masjid Sunan Drajat

Masjid ini terletak satu kompleks dengan makam beliau. Sampai saat ini, masjid ini tetap terawat dan terjaga keaslian, serta ciri khasnya meskipun sudah mengalami pemugaran.

3. Museum Sunan Drajat

Bangunan ini tidak dibangun oleh Sunan Drajat sendiri, melainkan dibangun oleh pemerintah untuk menyimpan dan mengenang jasa-jasa beliau dalam mengajarkan agama Islam.

Museum ini dibangun di sebelah timur kompleks pemakaman yang berisi karya-karya beliau, termasuk gamelan Singo Mengkok dan tembang Pangkur.

Selain itu juga terdapat benda-benda peninggalan lainnya, seperti keramik, buku, kertas, logam, alumunium, baja kertas, kuningan, terakota, lontar dan bambu, kain, bedug, dan lain sebagainya.

Karya Sunan Drajat

Karya-Sunan-Drajat

Dalam menyiarkan dan menyebarkan ajaran Islam, beliau menggunakan seperangkat gamelan yang diberi nama Singo Mengkok untuk berdakwah.

Hingga saat ini, seperangkat gamelan peninggalan beliau masih tersimpan rapi dan lengkap di dalam museum yang berada satu kompleks dengan makam beliau.

Tidak hanya gamelan saja, beliau juga menciptakan karya berupa nyanyian Jawa yang dikenal dengan sebutan tembang Pangkur.

Sampai saat ini, tembang Pangkur masih diajarkan di sekolah-sekolah sebagai salah satu bagian dari tembang macapat.

Perjuangan, jasa, dan kegigihan Sunan Drajat dalam menyebarkan ajaran agama Islam ini patut untuk diteladani. Beberapa filosofi hidup yang beliau ajarkan juga bisa dijadikan pedoman dan pelajaran bagi Anda dalam bertindak dan berperilaku agar sesuai dengan ajaran Islam.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top